Minggu, 27 April 2014

Pulau Khayangan, Makassar





Kota Makassar yang dahulu dikenal dengan sebutan Ujung Pandang memang menjadi salah satu destinasi wisata favorit bagi para pelancong yang berkunjung ke Indonesia bagian Timur. Selain kulinernya Makassar juga terkenal dengan wisata bahari salah satunya adalah Pulau Khayangan.

Pulau yang letaknya tidak terlalu jauh dari pesisir kota makassar ini dapat ditempuh kurang lebih 20 menit dengan menggunakan boat yang telah disediakan pengelola dengan tarif 30.000 untuk perjalanan pulang pergi. Adapun jam keberangkatannya mulai dari jam 08.00 pagi hingga jam 20.00 malam.













Karena letaknya yang tidak terlalu jauh Pulau ini menjadi salah satu tempat favorit bagi warga disekitaran Makassar ataupun dari luar Makassar untuk sekedar berlibur dan melepas penat dari rutinitas sehari-hari. Selain pemandangan yang indah, fasilitas di Pulau ini pun sudah cukup lengkap layaknya sebuah resort selain deretan penginapan yang ditawarkan sekitar 250.000 per malam disana juga terdapat restoran dan panggung hiburan yang dapat digunakan, ada pula kolam renang yang dapat memanjakan anak-anak bila berkunjung ke Pulau ini.
*beberapa fasilitas yang ada di Pulau ini











Selain keindahan pulaunya salah satu hal menarik adalah ketika melakukan perjalanan dari dermaga menuju Pulau khayangan, selama perjalanan kita akan temui deretan kapal-kapal besar pengangkut barang dan peti kemas yang bersandar tidak jauh dari Pulau ini.



Kamis, 17 April 2014

Makam Sultan Hasanuddin




Salah satu obyek wisata sejarah yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di komplek Pemakaman Raja-Raja Gowa dijalan Palantika, Kelurahan Katangka Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, sekitar 8 km dari kota Makassar.

Menurut sejarah Sultan Hassanuddin merupakan Raja Gowa ke XVI yang lahir di makassar pada tanggal 12 Januari 1929  dan meninggal pada tanggal 12 Juni 1670. Putera ke dua dari Sultan Malikussaid Raja Gowa ke XV terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe

Sultan Hasanuddin diangkat menjadi Raja Gowa pada tahun 1652 ketika berusia 23 tahun, ia menjabat hingga tahun 1669 ketika Belanda ingin menguasai perdagangan rempah-rempah, karena pada saat itu Gowa merupakan salah satu kerajaan besar diwilayah Timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.  Selain menjadi Raja Gowa Sultan Hasanuddin juga merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang disegani oleh penjajah karena keberanian melawan kolonial Belanda di Sulawesi Selatan, dan karena keberaniannya itu kolonial Belanda menjuluki beliau sebagai “Haanstjes Van Het Oosten” Ayam Jago dari Benua Timur.

*Komplek pemakaman Sultan Hasanuddin dan keluarga Raja-raja Gowa















Pada komplek pemakaman tersebut bukan hanya Sultan Hasanuddin saja yang dimakamkan ditempat itu tetapi disana juga dimakamkan keluarga dari Sultan Hassanudin. Diantaranya terdapat makam Sultan Malikussaid yang merupakan ayah dari Sultan Hassanudin dan ada juga makam Sultan Alauddin Raja Gowa ke XIV sekaligus merupakan Raja yang mengembangkan agama Islam pertama di Kerajaan Gowa. Dan untuk menghormati beliau di kompleks pemakaman tersebut juga terdapat patung Sultan Hasanuddin yang berdiri kokoh yang diletakan pada bangunan utama ditengah komplek pemakaman.



*Dikutip dari berbagai sumber

Sabtu, 12 April 2014

Bantimurung




Taman Nasional Bantimurung mungkin nama ini sudah tidak asing lagi ditelinga, salah satu objek wisata andalan yang yang dimiliki Sulawesi Selatan tepatnya berada diwilayah kabupaten Maros, Kecamatan Bantimurung. 


 
 





Sebagai salah satu objek wisata andalan, Bantimurung menyajikan beragam wisata menarik diantaranya air terjun yang menawan yang mengundang banyak wisatawan bermain air sekedar untuk menikmati kesejukannya, selain air terjun ada juga wisata Gua yang tidak kalah indahnya antara lain ada Gua Mimpi dan Gua Batu yang letaknya tidak jauh dari air terjun. Taman Nasional Bantimurung juga terkenal hingga mancanegara dengan sebutan “The Kingdom of Butterfly” sebuah julukan yang diberikan oleh salah satu peneliti asal Inggris Alfred Russel Wallace (1857) karena kelimpahan dan keanekaragaman kupu-kupu yang ada di Taman Nasional ini. Selain sebagai tempat wisata tempat ini juga dijadikan sebagai daerah konservasi dan sarana pendidikan bagi masyarakat umum.
 


 











Untuk mencapai tempat ini tidak terlalu jauh dari pusat kota Maros kurang lebih sekitar 15 km atau sekitar 42 km dari Makassar. Selain lokasi yang strategis tiket masuknya pun cukup terjangkau dengan uang Rp 20.000 kita bisa menikmati keindahan alam yang masih terjaga dan melihat sekumpulan kupu-kupu yang terbang bebas di habitat aslinya. 


Jadi tunggu apa lagi jika berkunjung ke Provinsi Sulsel sempatkan waktu untuk berkunjung ke tempat dengan julukan “Kerajaan Kupu-Kupu” ini..




Selasa, 13 November 2012

Desa Sawarna



Siapa bilang pantai indah nan cantik yang dihiasi oleh panorama alam yang eksotis cuma ada di negeri impian. Tempat-tempat seperti ini banyak terdapat di Indonesia salah satu contohnya yang terdapat di Desa Sawarna, desa yang terletak kecamatan bayah, Lebak Banten.

Pintu masuk Desa Sawarna

 






Seperti biasanya trip kali ini merupakan trip dadakan yang saya lakukan, dengan “merekrut” dan sedikit “meracuni” beberapa teman untuk ikut diperjalanan saya kali ini. Dan akhirnya yang bergabung ditrip kali ini hanya 4 orang tapi dengan langkah pasti kami tetap berangkat dan sepakat untuk berkumpul di terminal Kp.Rambutan hari sabtu pagi, dengan “pede”nya menunggu bus jurusan Pelabuhan Ratu, setelah menunggu lama bus yang kami tunggu-tunggu tak kunjung datang setelah nanya ke petugas terminal ternyata tidak ada bus yang langsung ke Pelabuhan Ratu dari Kp.Rambutan harus ke Bogor dulu kata petugasnya.. # hmmmm apes yang pertama

Tak menunggu lama kamipun segera ambil langkah seribu bergerak menuju terminal Baranangsiang, Bogor dan mencari bus yang menuju Pelabuhan Ratu, MGI menjadii pilihan kami dengan ongkos 35.000 perjalananpun dimulai dengan ditemani tembang-tembang sesundaan dari pengamen jalanan sekitar, berisik sih tapi lumayan bisa sedikit menghibur ditengah jalanan yang macet. Setelah kurang lebih 5 jam kami tiba di terminal Pelabuhan Ratu dan dari sini masih harus menyambung elf ke bayah selama 2 jam perjalanan dengan ongkos 25.000 setelah sampai bayah sang supir menawari untuk mengantar ke Desa Sawarna dengan nambah ongkos 15.000 lagi tanpa mikir panjang karena sudah cape dan merasa tua dijalan “deal bang” anter sampai jembatan gantung. Setelah sampai, wooow menakjubkan deretan mobil dan bus sudah banyak terparkir di pintu masuk desa tak sesuai yang saya bayangkan.









Sesampainya di jembatan gantung kami bergegas mencari penginapan setelah mondar-mandir, nanya-nanya akhirnya kami dapat juga penginapan di home stay widi. Awalnya sang pemilik menawarkan 100.000 /orang sudah termasuk penginapan dan makan 2x, tapi karena kami backpackeran dengan budget yang pas-pasan teman saya coba melakukan negosiasi dengan memasang muka melas  # hahhaa, setelah negosiasi yang cukup alot akhirnya deal diharga 50.000 tanpa makan. #lumayan bisa ngirit.. hehhe

Jembatan gantung







Semua rasa capek terbayarkan setelah berkeliling di Desa Sawarna ini, sejauh mata memandang terlihat hamparan sawah, menikmati pasir putih Pantai Sawarna, Tanjung Layar. Sunggu eksotis, pemandangan yang ga bisa ditemuin di Jakarta. Puas poto-poto waktunya balik ke penginapan buat istirahat tp memang tampang melas ini lagi-lagi menolong kami, yang awalnya 50.000 “ga pake makan” kita ditawarin makan sama ibu widi dengan cuma-cuma alias gratis... alhamdulillah lumayan bisa hemat biaya.. hehehe ... Udah bersih-bersih perut pun sudah terisi waktunya istirahat buat ngelanjutin trip esok harinya.. Zzzzz

Tanjung Layar
 





Pantai Sawarna
 






Kukuruyuukk.... matahari sudah muncul waktunya melanjutkan trip ke Gua Lalay dengan berjalan kaki sekitar 2 km lumayan berasa #sebenernya sih bisa naik ojek tapi lagi-lagi karena budgetnya terbatas ogut memilih untuk jalan kaki.. :D  ga sia-sia jalan jauh semua terbayarkan dengan keindahan stalaktit dan stalakmit didalam Gua, sungguh goresan alam yang luar biasa... sudah puas menelusuri Gua Lalay kami bergegas kepenginapan untuk bersiap-siap pulang ke Jakarta tapi lagi-lagi emang rezeki ga kemana sebelum pulang bu widi nawarin makan siang secara cuma-cuma.. lumayan bisa hemat lagi.. :D

Gua Lalay













Setelah pamitan kamipun pulang dengan menumpang ojek dr penginapan seharga 25.000 ke simpang ciawi, si taufik dan sepupuhnya memilih untuk menaiki 1 ojek dengan harapan bisa menghemat ongkos tapi apesnya ternyata mereka tetep bayarnya “perkepala”. Hahah mending naek ojeknya satu-satu karena perjalanan dari penginapan ke simpang ciawi cukup jauh ditambah kondisi jalannya kurang bersahabat lumayan buat pantat sakit.. #ketawa ngakak niat untung jadi buntung.. :D

Keapesan ketiga ternyata mobil elf dari Bayah ke Pelabuhan Ratu udah ga ada karena sudah kesorean... hadeehhh terpaksa sambil jalan nyari tumpangan, dengan ketawa-tawa perjalanan kami nikmati sambil mengingat kata-kata “perkepala” dan nunggu omprengan, akhirnya ada juga truk kosong yang mau kami tumpangi sampe Pelabuhan Ratu. #lagi-lagi lumayan hemat ongkos. Hehhe

Tumpangan gratis :D

Keapesan belum selesai sampai disana masih ada lagi keapesan keempat, sampai di Pelabuhan Ratu bis MGI jurusan Bogor udah penuh dan ga ada lagi, dengan terpaksa kami naik MGI jurusan Sukabumi. Berharap itu keapesan terakhir yang kami alami selama trip ini tapi ternyata masih ada lagi, hadehhhh bis jurusan Sukabumi – Kp. Rambutan juga udah ga ada karena kemaleman nyampe di Sukabuminya.. hmmm mulai pasrah pada nasib L untungnya masih ada bis jurusan Lebak Bulus dan mau ga mau suka ga suka kamipun naik bis itu, hahaha masih ada secerca harapan untuk kembali kerumah. Dan trip kali ini ditutup dengan canda tawa, senda gurau karena masih teringat kata-kata “Perkepala”.. hahaha see u next trip guys..... J




Selasa, 25 September 2012

Jalan-jalan ke Pulau Tidung..


Gerbang Selamat Datang Pulau Tidung

Jreng..... jreng..... berawal dari kejenuhan dan mencari-cari teman yang mau diajak menggila ga ada yang bisa so’ dengan langkah pasti walaupun hanya seorang diri saya segera packing barang dan bergegas menuju pelabuhan Kaliadem Muara Angke walaupun hari sudah siang dan belum tau mau kemana. Hahha
Setelah sampai dan melihat-lihat jadwal penyebrangan, melihat-lihat kapal yang berangkat dari ojek kapal kayu, kapal cepat Kerapu sampai KM Lumba-lumba saya memutuskan untuk bersandar ke Pulau Tidung dengan menunggangi KM Kerapu, Setelah lama mengantri dan membeli tiket seharga 32.000 akhirnya cussss berangkat...

Beberapa alternatif Transportasi menuju Pulau Tidung :








1,5 jam perjalanan dengan mampir ke Pulau Untung Jawa dan Pulau Lancang terlebih dahulu perasaan jenuh ini sudah sedikit terobati dengan menikmati suguhan keindahan alam. Tak terasa kapal pun bersandar di Pulau Tidung, langsung saya mencari penginapan (maklum semua serba dadakan jadi belum prepare. hehhe) setelah dapat dengan kenalan dan negosiasi akhirnya deal diangka 200rb, sedikit agak mahal memang tapi tak apalah yang penting bisa menghilangkan rasa penat ini. :D

 View Pulau Tidung :















 






Sekarang judulnya jalan-jalan sore ke jembatan cinta yang terkenal di pulau tidung sambil menunggu sunset, saya pun melangkah dari penginapan dengan menenteng sebuah kamera buat jeprat jepret, tapi sayang setelah sampai di jembatan cinta yang menghubungkan antara Tidung Besar dan Tidung Kecil ini sedikit kecewa rasanya karena ga seperti dulu pertama saya kesini, sekarang kondisi jembatannya sudah banyak yang bolong-bolong dan rapuh terkesan ga dirawat. Sayang sekali padahal kalau sedikit terawat akan mendatangkan pengunjung jauh lebih banyak lagi #ngomong dalam ati. Tapi selain itu banyak kemajuan juga fasilitas di sini dari penyewaan sepeda, outbond sampai banana boat juga udah ada, makin lengkappp...

Beberapa Fasilitas yang ada :

 



Singkat cerita setelah puas berkeliling di Pulau Tidung, saya berencana kembali pulang kerumah tapi kali ini coba menumpang di KM Lumba-lumba (biar dapet sensasi yang berbeda :D). Waaah ternyata oh ternyata naik kapal ini waktunya jauh lebih lama dari pada kerapu, sekitar 3 jam dari Tidung ke Kaliadem dengan melewati jalur selatan (ini mah sama aja naek kapal ojek kayu). L Tapi ga apa-apa yang penting hati senang pikiran tenang. Hahaha 


see you next time Tidung Island :D